Minggu, 15 November 2009

Mimpi Indah Bersama Anthurium

(Tulisan ini pernah dimuat di Tablod KONTAN Edisi Khusus, Oktober - November 2007

Sudah hampir setengah tahun ini, pesona anthurium berhasil memelet orang Indonesia. Coba Anda tanya secara random pada semua pedagang tanaman, tanaman apa yang kini banyak diburu orang. Jawabnya tentu: anthurium mulu, seperti tidak ada tanaman hias keren lainnya. Apa sih hebatnya tanaman yang mirip talas ini?

Tapi memang baru tahun ini terjadi, pemain burung walet dan pengumpul cengkih 'berselingkuh' dengan anthurium. Banyak pula juragan-juragan yang mata bisnisnya tadinya tak ada urusannya dengan tumbuh-tumbuhan, --seperti pengusaha bus, supermarket, bahan bangunan, kontraktor, perusahaan bakery atau pabrik sepatu--, kini juga mulai sibuk bermain anthurium.

Orang kantoran yang terlanjur ikutan berbisnis anthurium, juga mulai pada gelisah. Banyak di antara mereka, sudah ngebet kepengen segera pensiun dini. Maklum, gaji mereka ‘cuma’Rp.10 juta per bulan, sementara dari menjual satu pot anthurium mereka bisa menyabet untung sampai 20 juta.

OKB atau Orang Kaya Baru juga banyak. Ada petani kecil yang berhasil membeli Honda Jazz dari jualan anthurium. Banyak juga ibu rumahtangga yang tiba-tiba merasa jagoan dari suaminya karena berhasil memiliki sebuah kulkas empat pintu atau TV plasma baru hasil barteran dengan anthurium miliknya yang sudah nyaris diberikan pada pemulung.

Serunya, bisnis anthurium terbuka bagi siapa saja. Selain ibu rumah tangga dan bapak-bapak investor, kini banyak juga sopir truk, sopir bajay, tukang ojeg sampai porter bandara yang ikut jadi pelaku bisnisnya.

Begitu hebatnya pamor anthurium, belakangan ini juga banyak melahirkan importir-importir anthurium dadakan. Sohib Thailand saya di Bangkok lapor, banyak pemilik nursery dari Indonesia yang kedapatan keluyuran ke segala pelosok negeri Gajah itu untuk berburu anthurium. Wah, kita jadi bangga, karena orang Indonesia di Thailand ternyata termasuk pembeli anthurium VIP. Artinya, asal ada barang, berani bayar mahal. Jika di Thailand barang kosong, maka mereka tak sungkan-sungkan lompat ke Filipina. Pendeknya jangan sampai pulang dengan tangan hampa. Gengsi dong. Karena yang berharap mendapat barang di tanah air sudah banyak.

Yang menarik untuk dicatat, banyak pula bakul tanaman yang sebelumnya mengklaim diri sebagai spesialis penjual tanaman hias tertentu kini tanpa malu-malu banting setir ikut jualan anthurium. Banyak Alibaba Orchids mendadak menjadi Alibaba Nursery. Dan yang tadinya sering disebut sebagai pakar dan suka diundang berdemo, juri atau berceramah tentang adenium, aglaonema, atau anggrek, juga sudah mulai beralih profesi berbisnis anthurium, baik secara terang-terangan atau umpet-umpetan. Pendeknya, berantakan deh.

Ujung-ujungnya harga anthurium bak harga indeks saham. Berloncat-loncatan kian kemari. Fluktuatif. Saban hari hamper selalu ada SMS masuk, menawarkan anthurium, atau mengabarkan harga biji naik dan seterusnya. Harga hari ini, rupanya bisa berbeda dengan harga besok, apalagi harga kemarin.Kini lazim orang menawar tanaman hias daun itu dengan cuma menyebut merek mobil. Maksudnya, harganya sesuai dengan harga mobil yangd isebut. Mobil yang paling populer dijadikan patokan misalnya, Avanza, atau Inova dari berbagai tipe., meskipun kadang-kadang terkesan gagah-gagahan belaka.

Batasan end user, konsumen atau kolektor pun pupus sudah. Karena pada dasarnya mereka semua kini kepengen jadi investor. Beli satu pot kecil kecambah saja, para pemula sudah bermimpi akan kaya mendadak.

Para maling tentu saja ingin kaya mendadak juga dong. Akibatnya mereka semakin over acting. Semua tanaman asal dianggap anthurium, pasti digasak. Bagi maling rupanya anthurium jernis apa saja dianggap mahal sehingga mereka lebih senang menggondol tanaman ini daripada menggondol Yamaha Mio, misalnya. Celakanya, berita kriminalitas ini sering tidak pernah dimuat di media massa, karena mungkin sudah terlalu rutin terjadi. Yang mendapat berkah dari maraknya eforia Anthurium banyak juga. Ada penjual pakis yang jadi media tanam utama anthurium, produsen atau penjual pot jumbo, penerbit atau pengarang buku panduan merawat anthurium, dan sejenisnya. Pendeknya, anthurium membawa berkah bagi semua. Termasuk untuk rakyat.

Di Jawa Tengah muncul istilah ‘ekonomi kerakyatan’ segala. Hebat ya? Yang dimaksud, para juragan atau investor membagi-bagikan benih atau tanaman induk kepada rakyat sekitar melalui sistem plasma. Bisa cuma-cuma, bisa dibagi dengan harga murah dibanding harga pasar. Tujuan sebenarnya supaya maling tidak berkeliaran, beaya centeng bisa ditekan, karena warga bisa berbisnis pula. Tapi tanpa disadari cara itu membuat ekonomi di kawasan itu bangkit dengan sendirinya. Ada uang jutaan menggelontor masuk ke pedesaan. Muncul kepentingan bersama, menjaga stabilitas keamanan, sekaligus menjaga pamor anthurium.

Para penguasa daerah yang smart kini rajin bikin pameran sebagai ajang promosi sekaligus marketing anthurium. Hasilnya luar biasa. Kota Wonogiri yang notabene pernah disebut daerah minus, mendapat ‘devisa’ lumayan ketika menyelenggarakan pameran anthurium karena banyak orang kaya di daerah itu datang ke sana untuk membelanjakan uangnya. Tak hanya di Jawa. Di Samarinda hal yang sama terjadi juga. Ketika mengadakan pameran bulan lalu, pak wali dan pak camat merasa gembira, karena daerahnya mendapat masukan ‘devisa’ dari daerah-daerah di sekitarnya. Saking bangganya, para pejabat itu berambisi menjadikan kota kayu itu sebagai tujuan wisata agro.

Tak pelak lagi, kita tengah dihanyut mimpi indah bersama anthurium yang kini sudah terlanjur dijuluki Si Raja Daun. Sudah muncul anggapan, jika ingin kaya secara instant, berbisnislah anthurium. Sedikitnya jika ingin dianggap kaya, beli dan peliharalah anthurium. Seperti emas dan berlian, anthurium mendadak sontak menjelma menjadi perhiasan sekaligus barang investasi.

Selama enam bulan terakhir ini, harga anthurium memang gila-gilaan. Harga biji anthurium jenmanii, misalnya, bergerak naik secara spektakuler: dari hanya Rp. 35rb, Rp. 135 rb, kini saat tulisan ini dibuat sudah mencapai Rp. 250rb per biji. Kalau disemai, dan jadi kecambah sudah dihargai Rp. 300rb. Kalau sudah tumbuh dua daun harganya naik lagi jadi Rp.450rb.

Apa artinya? Artinya dahsyat. Jika Anda punya satu anthurium bertongkol satu, dengan asumsi tongkol atau spadix itu memuat 1000 biji saja, Anda sudah bisa bermimpi jadi menjadi milyarder dadakan, apalagi kalau anthurium Anda bertongkol 5 buah.

Di Karangpandan, Solo, ada penjual anthurium, --untuk merayu pembelinya-- menyebut anthurium sebagai ‘pabrik uang’, yang “pemiliknya tidak perlu takut digerebek dan dituduh subversif.

Coba bisnis macam apa di zaman sekarang, yang dalam tempo tidak berapa lama kita bisa meraup untung sedemikian lumayan?

Tapi sekali lagi itu teori, Bung.

Demam anthurium Wave of Love atau Gelombang Cinta beberapa pekan lalu, jadi contoh. Selama September harga jenis anthurium berdaun keriting tebal yang populasinya dikenal banyak karena banyak dimiliki rakyat itu tiba-tiba bergolak. Dari harga Rp. 5 juta, mencapai harga Rp. 90 juta untuk jenis indukannya. Tapi tak sampai sebulan, harga itu tahu-tahu merosot tajam. Ada yang menduga, para pemainnya kurang bermain cantik. Maklum, berbeda dengan pemain Jenmanii yang umumnya para cukong, pemain Wave of Love adalah kelas menengah bawah. Tentu saja mereka sangat rentan terhadap lebaran, anak-anak sekolah, atau libur akhir tahun. Sadar lebaran mendekat, biji dan bibitan diobral. Harga hancur lebur.

Ada yang cerita, --mudah-mudahan hanya kabar burung-- di sebuah daerah pinggiran di Jakarta, ada orang bunuh diri gara-gara ‘kalah’ main anthurium Wave of Love. Dia melego dua mobilnya untuk membeli satu pot anthurium dengan harapan bisa membeli empat mobil, tahu-tahu harga melesak jatuh.

Pertanyaan klise: sampai kapan orang siuman dari mimpinya? Orang yang bermimpi mana tahu, kapan bakal siuman, itu jawabannya. Selamat bermimpi.***

Kurniawan Junaedhie*)
Praktisi tanaman hias & pengarang buku2 Anthurium

Tidak ada komentar:

Posting Komentar