Minggu, 15 November 2009

Tulisan Saya di Kontan Dibajak Abi di Tabloid Tumbuh?

(Tanpa sengaja, saya menemukan surat yang ditulis Retty N. Hakim ini di wikimu.com. Tak disangka, menyebut nama saya, dan juga tulisan saya di Tabloid Kontan, Mimpi Indah Bersama Anthurium, (dimuat Tabloid KONTAN Edisi Khusus, Oktober - November 2007). Rupanya tulisan tersebut telah dibajak dan dimuat di tabloid Tumbuh (edisi 7, terbitan 5 - 19 Desember 2007) dengan nama penulis bernama Abi. Saya belum pernah membaca tulisan dimaksud di Tumbuh. Saya juga tidak membaca surat Brontho Dwiatmoko (Tangerang), pembaca, yang mempersoalkan duplikasi tulisan itu. Redaksi KONTAN sendiri tidak pernah meminta klarifikasi saya. Untuk diketahui, tulisan saya itu adalah atas pesanan redaksi, dan saya tulis khusus untuk KONTAN. Sebagai seorang penulis dan lama berkecimpung di dunia pers, tentu sangat naif saya mengirim ulang tulisan pesanan khusus ke tempat lain dengan menggunakan nama lain. Ketika saya bekerja sebagai redaktur sejumlah media dulu, saya termasuk yang paling tidak bisa mentoleransi penulis yang mengirim tulisan ganda ke beberapa penerbitan sekaligus. Jadi mungkin saja, redaksi KONTAN bersikap seperti saya, no comment saja. Hanya sungguh menyedihkan, sampai sekarang masih banyak orang/ penulis memilih jalan pintas. Malas berkreasi dan malas berpikir. kj)

Artikel ...oh...Artikel!
Oleh: Retty N. Hakim
Sabtu, 22-12-2007 20:35:59

Ketika tulisan saya yang berjudul "Apa Arti Kejujuran dan Integritas Seorang Penulis?" saya turunkan ke wikimu, sebenarnya saya mengharapkan para wartawan senior memberikan sedikit tuntunan etika jurnalistik.

Bung Berthold Sinaulan, salah satu komentator dalam artikel itu, adalah wartawan senior di media cetak. Tapi entah kemana wartawan senior lain yang sering saya lihat namanya di wikimu (Mohon maaf bagi komentator lain yang mungkin saja adalah wartawan senior juga).

Tidak berapa lama kemudian penulis yang saya singgung dalam tulisan di atas mengirimkan e-mail kepada saya dengan penjelasan yang sedikit lebih panjang dari tulisan penjelasan beliau di Kompas.

Pertama dia menjelaskan bahwa dia merasa benar karena seorang redaktur Opini harian Kompas dalam mengisi in house training di The Indonesian Institute menjelaskan bahawa dalam menulis opini sah-sah saja mendaur ulang tulisan dengan catatan bahwa tulisan yang didaur ulang sebaiknya dikirimkan kembali ke media cetak yang sama, serta masih adanya relevansi untuk daur ulang tulisan tersebut.

Kemudian hal lain yang diangkatnya adalah bahwa pada tanggal 11 September ada juga pembaca yang protes mengenai tulisan ganda Radhar Panca Dahana. Tapi pada kesempatan itu surat pembaca dan surat penjelasan dari Radhar Panca Dahana terbit bersamaan.

Kemarin (21 Desember 2007) secara kebetulan saya membaca dua buah surat pembaca yang mempermasalahkan artikel ganda.

Satu surat saya baca di Mingguan bisnis dan investasi Kontan, Minggu ke-tiga Desember 2007. Dalam kolom surat dan opini dari Brontho Dwiatmoko (Tangerang) dipertanyakan kesamaan antara artikel "Mimpi Indah Bersama Anthurium" oleh Junaedhi yang sudah dimuat oleh Tabloid Kontan edisi khusus Oktober 2007 (serta sudah dikutip dengan mencantumkan sumber oleh website Toekang Keboen Nursery), dengan tulisan "Fenomena Anturium" pada Tabloid Tumbuh edisi 7, terbitan 5 - 19 Desember 2007 oleh seorang penulis bernama Abi. Pak Brontho ingin tahu apakah Abi dan Junaedhi adalah orang yang sama atau berbeda, dan bila ia adalah orang yang sama apakah boleh menurunkan artikel yang sama dengan nama berbeda.

Surat kedua saya temukan di harian Bisnis Indonesia, 21 Desember 2007, sebuah penjelasan tentang artikel ganda yang terbit bersamaan pada tanggal 19 Desember 2007 di dua media cetak Indonesia. Tulisan opini berjudul "Pengelolaan Surat Berharga Negara 2008" tulisan Bhimantara Widyajala (Direktur Surat Berharga Negara, dari Dirjen Pengelolaan Utang) ini bisa muncul bersamaan karena penulis yang merasa tidak memperoleh tanggapan dari editorial Kompas menarik kembali tulisannya via e-mail (18 Desember 2007, setelah menunggu kabar selama satu minggu dari 11 Desember 2007). Harian Bisnis Indonesia sedikit mempersalahkan penulis karena tidak menginformasikan bahwa sudah mengirim tulisan yang sama ke harian berbeda.

Penolakan sebuah artikel dari sebuah media cetak nasional memang sangat tergantung dari editorialnya. Dalam pengalaman saya, harian Kompas termasuk yang cukup rajin menanggapi naskah walaupun isinya adalah penolakan naskah! Tapi ada harian yang setelah berbulan-bulan tak ada kabar baru mengirimkan penolakan. Dan ada lagi yang tidak ada kabar sama sekali. Sebagai penulis terkadang nilai jual berita sangat tergantung kecepatan terbitnya naskah. Karena itu tidak heran kalau Radhar Panca Dahana dan Bhimantara Widyajala ketika merasa tidak mendapat tanggapan, langsung mengirimkan tulisan yang sama ke redaksi harian lain (setelah merasa menarik kembali tulisannya). Sebenarnya apakah ini kesalahan mereka? Bila mereka mencantumkan telah mengirimkan tulisan itu ke harian lain dan menariknya, apakah redaksi harian yang kedua akan memuatnya?

Tulisan pertama saya ke Ohmy News International adalah artikel daur ulang dari sebuah artikel yang telah beberapa minggu tidak ditanggapi oleh redaksi harian yang saya kirimi berita. Hal ini saya cantumkan pada berita kepada editor, bahwa berita tersebut sudah saya kirimkan tapi sudah saya cabut kembali via e-mail karena tidak ada tanggapan dari redaksi.

Dahulu saya sedikit berprasangka pada redaksi media cetak Indonesia. Setelah artikel yang saya tuliskan saya kirimkan, tidak ada tanggapan sama sekali. Tapi beberapa waktu kemudian tulisan sejenis muncul dengan pengolahan yang lebih mendalam dan lebih menarik. Terus terang saya merasa ide saya tercuri. Tapi setelah mengenal wikimu.com, sebuah portal jurnalisme warga, saya bisa melihat sendiri betapa pada saat yang sama bisa ada beberapa orang yang mempunyai ide tulisan yang sama.

Di wikimu hal ini lebih terasa karena editorial, yang dalam istilah Bung Berthold dalam artikel terbarunya (http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=5367), menjadikan "dunia jurnalistik" yang dikenalnya menjadi "cair". Ketika Gus Wai sudah lebih dahulu menaikkan tulisannya tentang pemenang Asian Idol, tulisan saya yang masuk kemudian juga dinaikkan oleh editor. Satu hal yang sama, dari sudut pandang yang mungkin hampir sama, suatu hal mustahil bisa terjadi di media cetak konvensional.

Demikian juga di Ohmy News International, ketika saya menaikkan tulisan tentang perasaan saya sebagai warga yang gubernurnya merasa terhina oleh Australia ternyata seorang citizen reporter lain yang bermukim di Jepang sudah menaikkan pula tulisannya dari sudut pandang yang berbeda. Karena sudut pandang berbeda ini mungkin editor meloloskan kedua tulisan tersebut.

Menulis opini memang agak berbeda dengan reportase perjalanan misalnya. Bagi saya pribadi sebuah opini terkadang agak sulit untuk dituliskan kembali dengan sudut pandang berbeda. Tulisan pertama saya di Ohmy News International mengalami daur ulang yakni penambahan sudut pandang subyektif dari penulis. Ini satu ciri berbeda dari media cetak konvensional yang lebih menekankan pandangan obyektif dengan media jurnalisme partisipatori warga yang lebih personal. Media cetak konvensional saat inipun tampaknya mulai bergeser semakin personal dalam menyampaikan opini.

Setelah memperoleh kesempatan langka berkunjung ke Seoul, selain beberapa tulisan untuk Wikimu dan Ohmy News International saya juga sempat mengirimkan tulisan ke harian Jakarta Post dan Tabloid Rumah (sayang tidak online). Sudut pandang yang saya turunkan tentunya berbeda-beda walaupun tempat yang saya kunjungi adalah tempat yang sama. Tulisan saya di harian Jakarta Post memakai nama panggilan saya Retty N. Hakim, sementara tulisan saya yang berhubungan dengan arsitektur di Tabloid Rumah memakai nama KTP saya Maria Margaretta. Perbedaan nama ini memang karena dari dulu bila saya menulis tulisan yang bersifat arsitektur saya lebih suka memakai nama lengkap yang mungkin akan dikenali oleh mantan dosen saya (Biar beliau-beliau itu bangga ilmunya tidak saya buang percuma).

Sebenarnya saya sendiri agak ragu-ragu menulis calon tulisan saya ke dalam blog karena takut tiba-tiba tulisan tersebut sudah terbit di sebuah harian tanpa pernah saya ketahui sudah dibajak. Tapi dengan memiliki komunitas yang mengusung partisipatori warga, saya percaya akan banyak teman yang akan saling memberitahukan bila tiba-tiba saja tulisan kontributor di wikimu muncul dalam nama orang lain di sebuah harian ataupun di sebuah blog (tanpa mengutip asal berita dan nama penulis). Dan ketika tulisan saya tidak sempat saya kirimkan ke media cetak (karena sekarang lebih banyak mendahulukan media internet daripada media konvensional) maka portal citizen journalism maupun blog saya akan menampung tulisan saya agar suara saya ada gaungnya.

Bagaimana dengan anda? Bagaimana dengan etika pengiriman tulisan menurut pandangan redaktur profesional dari media konvensional?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar